Thursday, June 19, 2014

HIV AIDS, Dampak Terhadap Penyakit Syaraf dan Kejiwaan

Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

HIV/AIDS : Dulu, Sekarang, dan Masa Datang

Sekira 20 tahun lalu, ketika berita human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) merebak di luar negeri, hanya mendengar ceritanya saja masyarakat Indonesia sudah panik. Sekarang sudah mulai banyak penderita hidup di sekitar kita, masyarakat seakan sudah tidak peduli. Bila tidak ditangani dengan baik, tidak mustahil 10 tahun mendatang masyarakat akan terbiasa hidup dengan penderita AIDS di lingkungannya bahkan di dalam rumahnya.
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS. AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut dari infeksi HIV. Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, yang menyebabkan infeksi oportunistis di berbagai bagian tubuh tertentu. Gejala umum yang sering terjadi pada anak adalah diare berkepanjangan, sering infeksi atau demam lama, tumbuh jamur di mulut, badan semakin kurus dan berat badan terus turun, serta gangguan sistem dan fungsi organ tubuh lainnya yang berlangsung kronis atau lama.
Secara primer, HIV dan AIDS terjadi pada dewasa muda, tapi jumlah anak-anak dan remaja yang terkena semakin bertambah jumlahnya. AIDS/HIV Dahulu Kali pertama infeksi HIV/AIDS dilaporkan di Amerika Serikat (AS), 1981, pada orang dewasa homoseksual, sedangkan untuk anak-anak pada 1983. Sejak itu, laporan jumlah AIDS di AS semakin lama semakin meningkat. Berita tersebut, ternyata sudah santer diberitakan di Indonesia. Mendengar berita penyakit yang menghebohkan dan sangat berbahaya ini, masyarakat sudah sangat cemas. Saking fobianya, penulis pernah mengalami kejadian sekira 1985 ketika ada turis (bule) lewat di lingkungan padat di daerah kota Surabaya, terdengar teriakan sebagian penduduk meneriakkan ”awas AIDS… AIDS!” Mungkin, si bule hanya bisa mengelus dada, memaklumi bahwa saat itu masyarakat Indonesia memang sangat takut akan penyakit itu.
Bahkan, sebagian masyarakat saat itu yakin bahwa AIDS tidak akan masuk di Indonesia karena budaya orang Indonesia berbeda dengan orang Barat. Di Indonesia, menurut data Departemen Kesehatan (Depkes), kasus HIV/AIDS pertama kali dilaporkan pada 1987,sebanyak sembilan orang. Enam tahun berselang, setelah pertama kali dilaporkan di AS. Ternyata, akhirnya penyakit AIDS masuk juga ke Indonesia. Padahal, sebelumnya ada yang menganggap AIDS tidak bisa masuk ke Indonesia.
Saat sekarang sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya akibat AIDS. Setiap tahun diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS; 500.000 di antaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang, terutama di negara terbelakang dan berkembang. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8.000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu, infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun anak-anak tertinggi di dunia adalah di Afrika, terutama negara-negara Afrika Sub-Sahara. Meskipun saat ini tingkat prevalensi HIV masih tergolong rendah di Asia Tenggara, tetapi pertumbuhan prevalensinya saat ini paling tinggi sedunia. Penyebabnya adalah jumlah populasi yang besar, kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan stigmatisasi sosial.
Menurut sumber Direktorat Jenderal PPM & PL Departemen Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS di Indonesia terus menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahun. Sejak 1996 dilaporkan sebanyak 105 orang per tahun sehingga sampai puncaknya pada 2006 sebanyak 1.517 orang per tahun. Meskipun 2007 tampak sedikit kecenderungan berkurang, hingga akhir September dilaporkan 1.020 orang. Jumlah kumulatif sejak 1987 hingga September 2007 terdapat 10.384 penderita AIDS dan 5.904 orang penderita HIV.
HIV/AIDS penyakit masa datang meskipun perkembangan teknologi dan pengetahuan kedokteran telah berkembang sangat pesat, hingga saat ini masih belum ditemukan vaksin atau obat yang menyembuhkan AIDS. Hal itulah yang membuat para ahli masih belum dapat memprediksi secara tepat bagaimana gambaran perkembangan kasus HIV/AIDS pada masa mendatang. Saat ini hanya sebagian kecil rumah sakit yang dijadikan pusat rujukan penderita.
Tenaga dokter dan paramedis yang punya keahlian dan pengalaman tentang penyakit ini tidak banyak. Mungkin karena jumlah penderita belum banyak. Di daerah yang paling tinggi kasusnya seperti di Papua didapatkan enam penderita per 10.000 penduduk, sedangkan yang paling sedikit adalah di Kalimantan Tengah hanya tiga penderita per 1.000.000 penduduk. Sementara itu, di Sulawesi Barat hingga saat ini belum ditemukan kasus penderita. Namun, gambaran itu bisa jadi berubah drastis bila manusia tidak melakukan tindakan nyata dalam pencegahan AIDS.
 Infeksi HIV/AIDS yang sangat cepat penularannya tersebut bila tidak ditangani dengan baik tidak mustahil pada masa datang akan menjadi malapetaka di Indonesia. Bila hal itu terjadi, tidak mustahil semua rumah sakit di Indonesia diharuskan merawat penderita HV/AIDS karena banyak kasus hingga rumah sakit rujukan tidak bisa menampung pasien. Bukannya tidak mungkin nanti Depkes akan kehabisan dana hanya untuk mengurus penderita AIDS. Pada masa mendatang bukannya tidak mungkin penderita AIDS ada berada di lingkungan kerja kita, bahkan lingkungan di dalam rumah atau anggota keluarga. Juga bukan sesuatu yang mustahil, pada masa mendatang setiap sekolah bahkan setiap kelas ada satu atau dua penderita HIV/AIDS usia anak.
Hal itu bisa terjadi apabila pencegahan vertikal dari ibu hamil kepada anak tidak dapat dikendalikan lagi. Tidak bisa dibayangkan bahwa nanti kita tidak tahu bahwa anak kita ternyata berteman akrab dengan penderita AIDS. Meskipun penderita AIDS sebenarnya tidak perlu dikucilkan, saat ini HIV/AIDS masih menjadi penyakit menular yang paling utama di dunia.
Mungkin saja pada masa mendatang bukan hanya di antara penyakit menular, tetapi penyakit nomor wahid di antara semua penyakit. Fenomena tersebut bukanlah sesuatu yang tak mungkin terjadi bila mulai saat ini manusia tidak melakukan tindakan pencegahan HIV/AIDS dengan baik. Kapan tindakan itu harus dilakukan, waktunya adalah sekarang. Siapa yang harus melakukan, yang bertanggung jawab adalah semua lapisan masyarakat tidak terkecuali.
Pencegahan terbaik adalah hentikan segera kehidupan sex bebas/menyimpang, stop narkoba, dan periksa secara rutin bila termasuk dalam faktor risiko. Jangan sampai manusia mewariskan bencana paling dahsyat di muka bumi ini kepada anak cucunya hanya karena penyakit HIV/AIDS.

Keajaiban Medis Balita 'Sembuh' dari HIV

Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.

Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.

Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.

Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam  Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.

"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).

Campuran Obat

Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV.  Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.

Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.

Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.

Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.

Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.

Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi  di Jackson.



Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.

Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.

Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.

Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam  Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.

"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).

Campuran Obat

Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV.  Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.

Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.

Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.

Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.

Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.

Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi  di Jackson.

Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.


Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.

Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.

Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam  Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.

"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).

Campuran Obat

Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV.  Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.

Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.

Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.

Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.

Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.

Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi  di Jackson.

Sesampainya di sana, spesialis pediatrik HIV,  Dr Hannah Gay memberikan bayi yang masih merah tersebut tiga obat standar untuk memerangi HIV, usianya saat itu baru 30 jam, bahkan sebelum tes laboratorium kembali mengkonfirmasi adanya infeksi. "Saat itu bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari normal, dan kami pikir ia berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." (Ein) (Ein) - See more at: http://news.liputan6.com/read/526473/keajaiban-medis-ilmuwan-balita-ini-sembuh-dari-hiv#sthash.d7sRR3TS.dpuf
Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.

Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.

Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.

Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam  Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.

"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).

Campuran Obat

Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV.  Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.

Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.

Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.

Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.

Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.

Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi  di Jackson.

Sesampainya di sana, spesialis pediatrik HIV,  Dr Hannah Gay memberikan bayi yang masih merah tersebut tiga obat standar untuk memerangi HIV, usianya saat itu baru 30 jam, bahkan sebelum tes laboratorium kembali mengkonfirmasi adanya infeksi. "Saat itu bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari normal, dan kami pikir ia berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." (Ein) (Ein) - See more at: http://news.liputan6.com/read/526473/keajaiban-medis-ilmuwan-balita-ini-sembuh-dari-hiv#sthash.d7sRR3TS.dpuf

Manggis sebagai obat hiv aids, kanker, jantung, stroke dll

     Kesehatan adalah nomor satu, ketika masih muda sibuk bekerja mengumpulkan harta ketika sudah tua malah sakit dan harta habis buat biaya berobat, oleh karena itu mulai dari sekarang investasikanlah sedikit harta kita untuk menjaga kesehatan dengan rutin minum jus manggis xamthone plus karena selain rasanya yang enak tapi di balik itu semua tersimpan khasiat yang sangat luar biasa.  
      Inflamasi adalah adanya peradangan di tubuh bukan akibat mikroorganisme atau non-infeksi. Gejala yang mudah terlihat akibat peradangan adalah gejala panas, kemerahan, bengkak yang diserti nyeri. Beberapa studi memperlihatan peran xanthone sebagai antiinflamasi, yaitu salah satunya riset yang dilakukan di Universitas Tohoku yang menyimpulkan bahwa alpha mangostin dapat menghalangi pembentukan histamin, yaitu sejenis protein yang terlibat dalam berbagai reaksi alergi di tubuh dan menyebabkan peradangan sehingga secara langsung dapat meningkatkan tekanan darah yang memicu hipertensi/tekanan darah tinggi.


2.      Antikanker
      Di tahun 2002, seorang peneliti dari Department of Microbiology, Faculty of Pharmacy, Mahidol University di Thailand telah meriset 8 jenis tanaman herbal yang memiliki sifat antikanker terhadap aktivitas kanker payudara dengan menggunakan MTT assay. Riset tersebut menyimpulkan bahwa kandungan alpha mangostin pada manggis memiliki efek terkuat dalam menimbulkan efek apoptosis atau kematian sel-sel kanker.
      Riset selanjutnya datang dari tim Division of Medical Chemistry and Pharmacognosy, Ohio State University, Amerika Serikat, mempertegas bahwa sifat antioksidan pada alpha mangostin berperan penting menghambat pertumbuhan sel kanker. Senyawa garcinone E yang juga merupakan bagian dari xanthone tidak kalah hebatnya melawan kanker berdasarkan penelitian Medial Research and Education Department of the Veterans General Hospital di Taipei, Taiwan, maupun tim dari Depatment of Chemistry, Faculty of Science, Srinakharinwirot University, Thailand.


3.      Anti Penyakit Lainnya
a). Diabetes
      Diabetes adalah suatu kondisi dimana pankreas tidak mampu membentuk cukup insulin (hormon yang mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak tubuh) untuk tubuh, diabetes ini dikenal dengan diabetes tipe 1. Sedangkan diabetes tipe 2 adalah kondisi dimana tubuh tidak mendapat cukup asupan buah dan sayur, mengonsumsi kalori dan lemak yang berlebih, serta kurangnya melakukan aktivitas fisik.
      Kini, jus manggis menjadi jawaban bagi masalah diabetes. Uji klinis yang dilakukan oleh para peneliti dari University of California, Los Angeles (UCLA) School of Medicine membuktikan bahwa jus manggis berpotensi mencegah diabetes dan penyakit kardiovaskular pada penderita obesitas. Hasil penelitian ini didapatkan dari 40 orang penderita obesitas di usia 30-75 tahun yang diminta mengonsumsi 250 g jus manggis sebanyak 2 kali dalam sehari mampu mengurangi inflamasi atau peradangan yang diakibatkan kelainan metabolisme.


b). Kolesterol dan Penyakit Jantung
Seseorang yang memiliki kadar kolesterol tinggi memiliki risiko terkena serangan jantung dua kali lebih besar dibandingkan yang berkadar kolesterol normal. Namun beberapa peneliti membuktikan bahwa senyawa antioksidan dapat menghambat oksidasi LDL (kolesterol jahat) dan pembentukan plak pada dinding arteri, dan senyawa antioksidan tersebut dapat diperoleh darixanthone dari kulit buah manggis.
      Peta Williams dan para peneliti dari University of Western Australia mengekstrak kulit manggis kering melalui proses rekristalisasi dapat menghambat oksidasi LDL. Khasiat kulit dan buah manggis juga telah dibuktikan beberapa pasien hiperkolesterolemia yang mengonsumsi jus manggis utuh (kulit, daging buah dan biji). Konsumsi jus manggis sebanyak 56 g dengan frekuensi tiga kali sehari secara rutin dapat menurunkan kadar kolesterol total dari 217 mg/dl  menjadi 191 mg/dl. Dan pasien lain yang mengonsumsi jus manggis dengan frekuensi dua kali sehari sebanyak 112 g selama beberapa bulan, kadar kolesterolnya turun dari 244 mg/dl menjadi 194 mg/dl.

c). Pengencer Darah
      Buah manggis yang dikenal sebagai ratu buah, yang terkenal kaya akan antioksidan yaitu molekul yang dapat mengikat radikal bebas dengan aman sehingga dapat mencegah kerusakan sel di dalam tubuh. Salah satu peran antioksidan yaitu sebagai agen antiinflamasi yang dapat mengencerkan pembekuan darah.
      Dalam beberapa penelitian, manggis mempunyai potensi meningkatkan risiko pendarahan. Di dalam darah terdapat platelet (elemen tak beraturan yang membantu proses pembekuan darah), dan manggis dapat mencegah platelet saling menempel. Mengonsumsi jus manggis/kulit manggis tidak dianjurkan bersamaan dengan obat pengencer darah karena dapat memperbesar risiko pendarahan terutama ketika dalam proses operasi atau kondisi pendarahan.

d). Tumor dan Kanker
Beberapa penelitian mngungkapkan bahwa manggis berperan besar melawan tumor dan kanker secara signifikan. Penelitian di Departemen Farmakologi dan Farmasi klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, memperlihatkan puluhan senyawa yang termasuk kedalam golongan xanthone, diantaranya alpha mangostin, gamma mangostin, dan garcinone E dapat menghambat proliferasi sel kanker dengan cara mengaktivasi enzim kaspase 3 dan 9 yang memicu apoptosis.
Penelitian kedua dari seorang peneliti bernama P.Moongkarndi dari Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Thailand mengungkapkan bahwa ekstrak metanol kulit manggis terbukti memiliki efek antiploliferasi, antioksidan, dan memicu apoptosis. Moongkarndi mengujikan beragam konsentrasi ekstrak metanol kulit manggis pada sel kanker payudara SKBR3, dan terbukti bahwa ekstrak metanol kulit manggis dapat membunuh separuh sel kanker dengan penggunaan dosis 9,25+0,64 μg/ml.
Demikian pula hasil penelitian yang hampir serupa, dilakukan para peneliti dari Faculty of Medicine, Srinakharinwirot University, Thailand. Hasil penelitian membuktikan kandunganxanthone dalam kulit manggis dapat memperkecil ukuran sel kanker usus besar COLO 205.Xanthone dalam kulit manggis tak hanya menghambat perkembangan sel kanker tersebut, juga dapat memicu kematiannya melalui mekanisme apoptosis atau program bunuh diri sel.

e). Stroke
Kelebihan lain yang tidak kalah dari sebagai antioksidan adalah kulit manggis memiliki sifat antihiperkolesterolemia yang didapatkan dari senyawa mangostin. Senyawa itu berperan menghalangi pelepasan hormon prostaglandin E, yaitu hormon yang menghambat sintesin cAMP sehingga proses liposis atau pemecahan lemak akan berkurang. Pengurangan inilah yang membuat kolesterol jahat (LDL) akan berkurang secara otomatis, sehingga risiko stroke ringan dan lanjutanpun berkurang.

f). HIV/AIDS
Penelitian SX.Chen, M.Wan dan BN.Loh yang dimuat dalam jurnal Planta Medica menyebutkan bahwa alpha mangostin dan gamma mangostin dapat menghambat HIV-1 protease, yaitu enzim yang berperan dalam replikasi HIV, artinya virus tak dapat menginfeksi sel. Pada penelitian tersebut, mangostin pada konsentrasi 5,12+0,14 μM dan γ-mangostin dengan konsentrasi 4,81+0,32 μM dapat menghambat 50% aktivitas HIV-1 protease. Beberapa dokter dan terapis telah memanfaatkan kulit manggis untuk terapi pasien pengidap AIDS.

Keajaiban ASI dari Perempuan Terinfeksi HIV

Jika selama ini perempuan yang terinfeksi HIV dilarang memberi ASI pada bayinya untuk mencegah penularan, maka yang terjadi di Afrika justru sebaliknya. Bayi-bayi yang disusui ASI secara eksklusif oleh ibu yang terinfeksi HIV justru tidak tertular.
Dalam penelitian yang hasilnya dipublikasikan dalam Lancet Medical Journal, diketahui para perempuan yang terinfeksi HIV di Afrika memberi ASI eksklusif kepada bayinya tanpa diberi susu formula dan makanan tambahan lainnya.
Sebanyak 1.372 perempuan terinfeksi HIV positif dilibatkan dalam penelitian ini dan ditemukan hanya empat persen bayi yang tertular human immunodeficiency virus (virus HIV) karena mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan setelah dilahirkan.
Bayi yang diberi ASI tetapi juga mendapat susu formula atau susu binatang, seperti dilansir KCM kemungkinan dua kali lebih besar tertular virus dari ibunya, dibandingkan dengan bayi yang hanya mendapat ASI eksklusif. Sementara itu bayi yang mendapat makanan tambahan disamping ASI, peluang terinfeksinya 11 kali lebih besar.
Para ahli menduga hal ini terjadi karena alasan biologi. Menurut mereka, selaput lendir yang melapisi usus dan kandungan dari ASI menjadi lapisan pertahanan agar tubuh tidak terinfeksi HIV. Seperti diketahui komponen utama pada ASI yang disebut prebiotik memang memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Penelitian tersebut juga menemukan angka kematian bayi berusia tiga bulan yang mendapat ASI eksklusif hanya setengah dibandingkan dengan bayi yang hanya mendapat susu botol. Sebanyak 15 persen bayi dari ibu terinfeksi dan tidak disusui meninggal di usia tiga bulan, sedangkan bayi yang disusui eksklusif hanya 6 persen yang meninggal.
Perempuan hamil terinfeksi HIV sangat berisiko menularkan penyakit itu kepada janinnya. Setelah melahirkan pun bayi tidak disarankan untuk diberi ASI karena dikhawatirkan air susu dari ibu yang terinfeksi juga mengandung virus.
Kondisi di sub Sahara Afrika memang jauh dari kondisi kesehatan yang ideal. Pemberian susu formula justru tidak menyehatkan karena susu formula dicampur dengan air yang tidak bersih dengan sanitasi yang buruk.
Kondisi tersebut tentu membuat bayi lebih rentan terkena berbagai penyakit dan memiliki sistem kekebalan tubuh rendah. Sehingga masuk akal jika bayi yang mendapat ASI lebih kuat terhadap infeksi.
Menurut Dr.Nigel Rollins dari Universitas KwaZulu Natal, di Afrika Utara diperkirakan 150.000 – 350.000 bayi terinfeksi HIV setiap tahunnya. Dengan hasil studi ini, ia menyarankan agar bayi yang ibunya terinfeksi HIV dan tinggal di area yang standar kesehatannya rendah untuk diberikan ASI eksklusif.
“Dengan pemberian ASI secara eksklusif, kita bisa menyelamatkan hidup 50.000 – 10.000 bayi setiap tahunnya,” katanya. Sejak pertama kali virus HIV ditemukan tahun 1981, sebanyak 25 juta orang di seluruh dunia meninggal karena virus ini. Sekitar 40 juta orang kini hidup dengan HIV di wilayah Sub Sahara Afrika.

Catur Asrama untuk Pencegahan HIV/AIDS ?

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mampu mengubah pola pikir dan tatanan kehidupan manusia. Jika pada zaman dahulu wawasan pemikiran manusia masih bersifat kedaerahan, belakangan ini hasil-hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong seseorang untuk berpikir dengan wawasan seluas-luasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong pengembangan sarana transportasi, sehingga mampu memenuhi segala keinginan manusia untuk menjelajahi seluruh belahan dunia. Semua kemajuan tersebut pada akhirnya telah membawa dampak pada pola pikir/kecenderungan yang menganggap dunia ini sebagai satu-kesatuan yang integral, di mana antara satu belahan dunia dengan belahan dunia lainnya tidak lagi dibatasi oleh kondisi geografis yang selama ini menjadi pembatas dalam komunikasi antarorang-orang di satu wilayah tertentu dengan pihak-pihak yang berdiam pada wilayah tertentu lainnya. Kecenderungan ini dikenal dengan istilah kecenderungan global.

Ciri utama perkembangan global adalah adanya pergaulan yang tidak terbatas antarorang-orang di belahan bumi mana pun di dunia ini. Sebagai konsekuensinya dari berlakunya kecenderungan global tersebut tadi, tidak dapat dibendung lagi adanya saling mempengaruhi satu sama lainnya. Proses saling mempengaruhi tadi hampir di seluruh lapisan kehidupan, tidak saja untuk hal-hal yang positif, akan tetapi juga dalam hal-hal yang negatif, termasuk adanya penyebaran penyakit dari satu daerah ke daerah lainnya.

Contoh kongkretnya, tersebarnya HIV/AIDS yang semula ditemukan di negara-negara maju, kini telah merambat ke seluruh pelosok/penjuru dunia. Bahkan, penyakit tersebut juga telah melanda Indonesia dan Bali khususnya. Kenyataan tersebut sudah tentu menuntut negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Bali khususnya untuk mengantisipasi perkembangan penyakit tersebut.

AIDS merupakan sekumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus), yang berarti virus pemusnah kekebalan tubuh. Penyakit ini sudah terdapat hampir di semua negara berkembang. AIDS juga diartikan gabungan bermacam-macam penyakit, gejala dan tanda-tanda timbul karena adanya penurunan kekebalan tubuh. Seperti diketahui bahwa sistem kekebalan tubuh adalah untuk mempertahankan tubuh dari infeksi dan penyakit. HIV yang masuk ke dalam tubuh akan menghancurkan sel-sel darah putih yang mempunyai peran utama dalam sistem kekebalan tubuh.

Dengan makin banyaknya sel darah putih dimatikan oleh HIV, akhirnya pertahanan tubuh manusia kian melemah, sehingga tidak sanggup lagi memerangi masuknya kuman, bakteri serta virus lainnya. Akibat selanjutnya dapat diduga bahwa penderita AIDS akan meninggal karena penyakitnya yang parah. Pada fase lanjut, HIV juga dapat menyerang sel otak dan susunan saraf tubuh secara langsung, sehingga menimbulkan gangguan mental dari koordinasi tubuh. Namun hingga kini belum ada vaksin yang dapat melindungi orang terhadap penularan HIV.

Obat yang diharapkan dapat menyembuhkan AIDS pun hingga kini belum ditemukan. Seperti AZT, ternyata hanya mampu menghambat HIV agar tidak cepat memperbanyak diri. Dan, efek samping dari penggunaan AZT yang berlebihan dapat menimbulkan penurunan berat badan pada penderita AIDS.

Sebenarnya virus HIV tidak mudah menular ke tubuh orang lain seperti virus influensa. Sedangkan cara penularan AIDS melalui hubungan seksual (homo maupun heteroseksual) dengan seorang yang tubuhnya mengidap HIV, transfusi darah yang terkontaminasi HIV, melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas dipakai orang yang mengidap virus AIDS, pemindahan virus dari ibu hamil yang mengidap virus AIDS kepada janin yang dikandungnya.

Secara medis pencegahan HIV dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya menggunakan kondom sebelum melakukan hubungan intim, terutama bagi pasangan yang kemungkinan salah satunya sudah terinfeksi HIV. Sedangkan bagi yang belum terinfeksi diusahakan menghindarkan diri untuk tidak melakukan hubungan seks dengan cara berganti-ganti pasangan.

Selain itu, apabila melakukan transfusi darah harus bebas HIV, dengan menghindari transfusi darah yang belum dites, pemberian makanan dengan gizi cukup, menghindari anemi, menghindari kecelakaan, menghindari pendarahan yang berlebihan pada saat melahirkan, menghindari risiko-risiko untuk melakukan transfusi darah kalau tidak perlu.

Menghindari kehamilan bagi ibu yang terinfeksi HIV, karena adanya kemungkinan bayi yang akan lahir juga terinfeksi HIV. Di samping pengendalian infeksi, usaha ini mesti dilakukan oleh semua pihak yang melakukan pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas, klinik, dokter praktik swasta dan sebagainya, alat-alat medisnya harus disterilkan setiap selesai digunakan.

Sterilisasi khusus, alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan perdarahan harus disterilkan sebelum dipakai, termasuk dalam hal ini adalah alat-alat bedah, alat-alat pertolongan bayi, alat-alat pembuat tato dan lain sebagainya. Selain itu, orang yang akan disuntik semestinya tidak menggunakan jarum suntik yang sama. Namun kalau terpaksa sebaiknya alat-alat suntik tersebut direbus atau direndam dalam cairan cuci hama terlebih dahulu sebelum dipakai. Bahkan yang tak kalah pentingnya, menunda hubungan intim apabila terdapat luka-luka pada alat kelamin, vagina terlalu kering, kaku sehingga mudah terluka, melakukan hubungan oral apabila mulut sedang luka/infeksi dan sebagainya.

Agama Hindu pun mempunyai suatu konsep untuk mencegah penularan AIDS yang disebut dengan catur asrama. Yang ditekankan waktu orang memasuki masa brahmacari (orang yang menempuh masa belajar) dan masa grahastin (masa hidup berumah tangga/suami istri). Pada masa brahmacari, seseorang disarankan untuk melakukan brata (pantangan) yang mesti diikuti seorang brahmacarin yaitu dilarang mengadakan hubungan seksual dengan cara apa pun (sesama jenis, lawan jenis dengan tidak wajar) dengan menyia-nyiakan unsur-unsur sperma. Sebab, pantangan ini berkaitan erat dengan upaya belajar yang menjadi tugas utamanya.

Mengapa seorang brahmacarin dilarang melakukan senggama? Karena seorang brahmacarin belum mendapat pengesahan (baik secara horizontal maupun vertikal berupa wiwaha samskara (upacara perkawinan) sebagaimana layaknya seorang yang menjalani fase grehasta (hidup berumah tangga). Jadi apabila seorang anak melanggar larangan tersebut berarti ia akan memperoleh sanksi horizontal (dari masyarakat umum) dan yang lebih tragis lagi adalah sanksi vertikal (dari Tuhan) yang tak dapat dikenali wujudnya oleh manusia. Selain belum mendapat pengesahan, perbuatan itu pun (mengadakan hubungan seksual berarti menyia-nyiakan anugerah Tuhan, yang sesungguhnya semua (potensi) dapat ditingkatkan menjadi ojasakti (tenaga rohani yang luar biasa). Selanjutnya tenaga rohani tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendukung suksesnya kegiatan belajar.

Dari logika tersebut kita menilai bahwa perbuatan menyia-nyiakan potensi adalah suatu perbuatan yang bodoh. Itulah yang perlu ditekankan kepada seorang brahmacarin dalam rangka menghindari diri (mencegah) penularan HIV/AIDS di Bali.