Penularan HIV/AIDS
di Indonesia akhir-akhir ini mulai bergeser dari kelompok rentan ke
kelompok risiko rendah, seperti ibu rumah tangga dan bayi. Pengidap penyakit HIV/AIDS
di Kabupaten Jayapura, Papua, pada 2010 didominasi ibu rumah tangga
(IRT) yang mencapai 164 orang. Penyakit berbahaya ini lebih banyak
ditularkan oleh pasangan atau suami terhadap istri. Pada 2010 jumlah
pengidap HIV/Aids di Kabupaten Jayapura yang mencapai 609 orang, yang
terdiri dari laki-laki 242 orang, perempuan 367 orang, didominasi IRT
164 kasus, disusul lain-lain 124 kasus, PSK 102 kasus, buruh/petani 61
kasus, PNS 37 kasus, pelajar/mahasiswa 41 kasusu, swasta 57 kasus. Ini
berbeda dengan daerah lain, dimana kelompok yang berisiko tinggi terkena
HIV/AIDS adalah pekerja seks,
wanita pria (waria), pengguna narkotika dengan jarum suntik
bersama-sama. Perempuan di Papua masih dianggap kelas dua, sehingga
mereka tidak berdaya menolak atau memilih.
Kasus-kasus baru HIV/AIDS ini bermunculan di sejumlah daerah di Indonesia,
seperti di Bandar Lampung dari total 198 kasus baru HIV/AIDS, 40 persen
atau 84 kasus berasal dari kelompok ibu rumah tangga. Temuan serupa
juga terjadi di Madiun, Jawa Timur dan Cirebon, Jawa Barat.
Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan bagi kaum ibu di Indonesia.
Karena ibu yang terjangkit HIV/AIDS berisiko menularkan penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh itu ke bayinya, di Cirebon sejak tahun
2004 dijumpai 14 kasus penularan HIV/AIDS dari ibu kepada anaknya.
Kebanyakkan ibu yang mengandung itu tidak menyadari bahwa dirinya
terinfeksi virus HIV/AIDS,
maka mereka khususnya yang hamil yang memiliki riwayat berisiko tinggi
terkena HIV/ AIDS, disarankan mengikuti tes di masa kehamilan. Jika
diidentifikasi sejak dini dilakukan maka ibu dan bayinya akan bisa
ditangani.
Angka kjaian HIV AIDS
di Papua dengan rincian usia 20-29 sebanyak 285 orang, usia 30-39
sebanyak 198 orang, usia 40-49 sebanyak 55 orang, usia 15-19 sebanyak 44
orang, dan usia 1-4 tahun 12 orang. Sementara jumlah yang terbanyak
dari Distrik Sentani 320 kasus, Sentani Timur 126 kasus, Kaureh 26
kasus, Nimboran 20 kasus, Distrik Sentani Barat 25 kasus. Sebagian besar
pengidap HIV/AIDS di bumi Kenambay Umbay ini tertular melalui hubungan
heteroseksual sebanyak 592 orang, ibu ke anak sebanyak 4 orang,
transfusi darah sebanyak 7 orang.
Kasus HIV/AIDS Kabupaten Jaya Wijaya,
per-31 Juli 2010 berjumlah 905 (Laki-laki : 540 jiwa, Perempuan : 346
jiwa dan anak-anak < dari 14 tahun : 19 jiwa). Dalam perhitungan
kasus HIV/AIDS jumlah ini lazimnya dikalikan dengan angka 5. Apa
artinya? Setiap 1 kasus yang ditemukan, terdapat 5 kasus lain yang belum
terungkap. Dengan proyeksi demikian maka secara nyata jumlah kasus
HIV/AIDS di Jayawijaya per 31 Juli 2010 mencapai 4.525 kasus dengan
perincian : Laki-laki : 5 x 540 = 2.700 jiwa, Perempuan : 5 x 346 =
1.730 jiwa dan anak – anak < dari 14 tahun : 5 x 19 = 95 jiwa. Jika
ditelusuri lebih lanjut, maka dengan mereferensi pada jumlah penduduk
kabupaten Jayawijaya saat ini (212.363 jiwa, laki-laki 114.593 jiwa,
perempuan 97,769 jiwa—sumber BPS Kbp. Jaya wijaya per Juli 2010),
maka dapat dianalisis sebagai berikut : Laki-laki : 2.700 dibagi
dengan 114.593 = 0,24 jiwa atau 24% terinfeksi HIV /AIDS. Perempuan :
97.769 jiwa = 0,46 jiwa atau 46% terkena HIV /AIDS.
Dari data ini dapat disimpulkan, bahwa
setiap 100 orang laki-laki penduduk Jayawijaya terdapat 24 di antaranya
terinfeksi HIV/AIDS, atau setiap 10 penduduk laki-laki terdapat 2 di
antaranya terindikasi mengidap HIV/AIDS atau dapat dikatakan, setiap 5
orang penduduk laki-laki terdapat 1 di antaranya terindikasi mengidap
penyakit HIV/AIDS. Demikian juga setiap 100 penduduk perempuan
Jayawijaya terdapat 46 di antaranya mengidap HIV/AIDS atau setiap 10
penduduk perempuan terdapat 4,6 di antaranya terinfeksi HIV/AIDS atau
dapat juga dikatakan setiap 5 penduduk perempuan Jayawijaya terdapat 2
atau 3 orang di antaranya terindikasi mengidap HIV/AIDS. Dari data jelas
terindikasi bahwa kelompok yang sangat rentan adalah perempuan.
Bayangkan saja dari rata-rata 5 penduduk perempuan Jayawijaya 2 atau 3
di antaranya terindikasi mengidap penyakit HIV/AIDS (baik yang sudah
kelihatan maupun berpotensi mengidap HIV/AIDS).
Demikian juga di Maluku, ibu rumah tangga
di daerah ini tertular virus HIV/AIDS yang saat ini menempati peringkat
kedua setelah kelompok wiraswasta. Jumlah ibu rumah tangga yang
terinfeksi HIV/Aids di Maluku pada 2013, lebih banyak dibandingkan
wanita pekerja seks komersil (PSK). “Tahun lalu ada 56 orang ibu rumah
tangga yang tergolong “ODHA” (orang yang telah mengidap HIV/Aids),
mereka terinfeksi dari suaminya, sedangkan PSK hanya 22 orang, Di Maluku
hingga akhir 2013 terdapat 2.364 kasus HIV/AIDS, menyusul penemuan
pertamanya di Kota Tual pada 2004. Rinciannya tertular HIV sebanyak
1.139 kasus, sedangkan 1.225 kasus lainnya adalah AIDS. Golongan umur
penularan adalah 15 – 39 tahun yakni sekitar 86 persen. Sedangkan, Kota
Ambon tercatat memiliki kasus terbanyak, selanjutnya Kabupaten Maluku
Tenggara, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Maluku Tenggara. Kota
Ambon pada 2013 tercatat juga terbanyak memiliki kasus yakni 150 dari
251 kasus se- Maluku. dari 257 kasus HIV/Aids di Maluku pada 2013, 58
persen ODHA adalah laki-laki, sedangkan 42 persen perempuan dan ibu
rumah tangga yang paling banyak terinfeksi dibandingkan perempuan ODHA
lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun selama tiga tahun terakhir,
sedikitnya ada 102 orang ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV/Aids pada
2011, jumlah itu turun menjadi 83 orang pada 2012, dan 56 orang pada
2013. Sedangkan PSK hanya 93 orang yang menjadi ODHA pada 2011, turun
menjadi 64 orang pada tahun berikutnya, dan 22 orang pada 2013.
Ibu Rumah Tangga Rentan HIV/AIDS
Dalam kasus ini, dibandingkan laki-laki
maka perempuan menjadi ”makanan empuk” terjangkit infeksi ini.
Bayangkan saja, dari 5 perempuan Jayawijaya seperti yang telah disebut
pada data di atas, maka 2 atau 3 perempuan sudah terinfeksi penyakit
HIV/AIDS. Ironisnya, penderita perempuan yang paling banyak terinfeksi
HIV/AIDS adalah ibu rumah tangga. Mereka tertular dari suaminya yang
ternyata terbiasa melakukan hubungan seks berisiko selain dengan
pasangannya sendiri (istri). Parahnya lagi, laki-laki yang terinfeksi
ini tidak mau membuka diri kepada keluarganya apalagi memeriksakan
dirinya. Karena kalau berterus terang mereka takut akan ditinggalkan
istrinya.
Penyebab terbesar penularan HIV/AIDS
adalah melalui hubungan seks yang tidak aman. Salah satunya adalah
akibat banyaknya hubungan seks berganti-ganti pasangan, yang dilakukan
setelah pesta adat, atau satu orang melayani beberapa orang, atau
berhubungan seks di usia muda, serta rendahnya pemakain kondom. Risiko
ini semakin tinggi
bagi perempuan di Jaya Wijaya dan Papua pada umumnya, ketika budaya
patriakal di pedalaman tanah Papua masih terjadi, sehingga menempatkan
perempuan pada posisi paling rentan untuk sisi manapun. Di beberapa
suku, perempuan yang telah ”dibeli” dengan 20 wam (babi)
misalnya, sudah menjadi milik laki-laki. Oleh karena sudah ”dibeli”
dengan harga demikian maka laki-laki di pedalaman Papua khususnya dan
mungkin juga di tempat lainnya akan selalu menempatkan perempuan sebagai
warga masyarakat kelas dua, dan harus rela diperlakukan apa pun oleh
laki-laki.
Ketika para mama (perempuan dewasa)
teridap dan menjadi penderita HIV/AIDS, dan mengalami kehamilan atau
tengah masa menyusui, maka kemungkinan besar anak-anaknya pun akan
terinfeksi. Jadi, kini penyakit ini tidak hanya menyerang kelompok
rentan para mama Papua, tetapi juga kelompok anak-anak. Generasi yang
akan hilang kini membayangi Papua jika tidak ada upaya pencegahan
terhadap masalah yang sangat serius ini secara signifikan.
No comments:
Post a Comment