Sekelompok peneliti berhasil menemukan bahwa sunat dapat membantu mencegah penularan AIDS. Penemuan ini hasil penelitian terhadap para wanita yang menjadi istri atau pacar pria-pria yang sudah di-sunat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Universitas John Hopkins, Amerika Serikat, itu terbit dalam Jurnal Kedokteran Lancet edisi Kamis (6/1) di Washington. Penelitian itu dilakukan dengan membandingkan risiko penularan virus papiloma manusia (HPV) para wanita yang menjadi istri atau pacar pria yang di-sunat dengan yang tidak di-sunat.
Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan risiko tertular virus HPV wanita pasangan para pria yang di-sunat ternyata lebih rendah 28 persen dibanding para pria yang tidak di-sunat. HPV merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dapat mengakibatkan penyakit kanker leher rahim.
“Penelitian kami mengindikasikan sunat dapat
diterima sebagai salah satu cara mencegah infeksi HPV ke tubuh wanita.
Namun, ini bukan obat segalanya, kehati-hatian dalam menjalin hubungan
seksual tetap diperlukan,” tulis Dr Maria Wawer dan rekan-rekannya di
jurnal itu. Berdasarkan penelitian itu dan riset yang dilakukan
terhadap para pria dan wanita di Uganda tahun 2003 hingga 2006, Wawer
dan rekan-rekannya yakin sunat juga akan menghasilkan pengaruh serupa dalam mencegah virus penyebab HIV dan AIDS.
YOCHME: You Can't Hold Me
Saturday, June 28, 2014
Tes Virus HIV Negatif Setelah Konsumsi Propolis
HIV Aids Dinyatakan Negatif Setelah Konsumsi Propolis
Bp. Taufik dinyatakan Negatif dari HIV Aids oleh Lab RS. ISLAM Jakarta Pd. Kopi pada pertengahan bulan Nopember 2009 yl.Ceritanya bermula dari perkenalan bp. Taufik dengan Propolis sekitar bulan Agustus 2009. Propolis ini diperkenalkan abang beliau yaitu bp. Mulyadi Nasir yang memang mengetahui bahwa Bp. Taufik positif terinfeksi HIV Aids sejak beberapa tahun sebelumnya. Bp. Taufik mengkonsumsi propolis secara rutin dengan dosis rendah 5 tetes setiap minum 2-4 kali sehari.
Awal bulan Nopember 2009 yang lalu bp. Taufik merasa badannya Lemas dan Tidak bertenaga. Lalu Keluarga dekat beliau sepakat untuk merawat nya di RS. ISLAM Jakarta pd. Kopi kurang lebih 1 minggu ketika itu propolis tidak pernah ditinggalkan untuk diminum.
Dirasa sudah agak pulih bp. Taufik ingin di rumah saja namun sebelum pulang bp.Taufik minta pihak RS. untuk mengetes Darah khususnya Virus HIV. Betapa Kaget dan Bersyukurnya beliau juga Keluarga setelah mengetahui hasil lab, bp. Taufik terbebas dari HIV AIDs.
Bp. Taufik berucap “MELIA PROPOLIS benar OBAT seperti yg tertulis dalam Al-Qur’an srt. An-Nahl 68-69. Maha Besar Engkau Ya Tuhan”. Bp. Taufik adalah Kepala Manajemen Stockis Melia Nature Pd. Kopi Jakarta Timur.
Seolah-olah lebah tidak pernah cukup berbuat bagi kita, Peneliti Universitas Minesota telah merekrut serangga-seranga yang sibuk ini dalam memerangi AIDS. Lebah mengumpulkan getah tanaman yang menghambat pertumbuhan virus AIDS di laboratorium budaya, dan para peneliti mengeksplorasi potensi sebagai sumber baru obat anti-HIV.
Propolis secara medic telah digunakan sejak dahulu kala. Propolis untuk membantu mengendalikan bakteri, peradangan, infeksi jamur, dan virus, dan Anda dapat membelinya secara komersial dalam berbagai formulasi.
” Propolis sebenarnya resin dari pohon-pohon tertentu – birch, poplar, beberapa tumbuhan runjung,” kata pakar lebah Marla Spivak, profesor entomologi di U. “Lebah mengambilnya di kaki belakang mereka dan menggunakannya untuk menutup pintu-pintu masuk ke sarang dan untuk menambal celah-celah di dalam sarang. ” Berkat propolis, sarang lebah adalah salah satu lingkungan yang paling steril di Bumi – hal yang baik untuk sebuah hunian dengan ribuan penduduk.
Menurut Phil Peterson, Profesor Kedokteran dan Direktur Divisi Penyakit Menular dan Kedokteran Internasional dari Universitas Minesota, kebutuhan terhadap obat AIDS baru tidak lebih mendesak.
Peneliti Lana Barkawi telah menemukan beberapa aktivitas anti-HIV paling kuat dalam propolis dari Minnesota tenggara dan utara dan dari Cina.
“Sekitar 36 juta orang terinfeksi HIV (virus AIDS), dan 20 juta telah meninggal karena AIDS,” katanya. “Tujuh puluh lima persen kematian terjadi di sub-Sahara Afrika, tetapi epidemi ini cepat beralih ke India dan Asia Tenggara. Setiap hari ada 16.000 infeksi baru.”
Sekitar setahun yang lalu, HIV sudah melampaui tuberculosis (TB) sebagai penyakit menular nomor satu di dunia. TB tetap menempati posisi teratas infeksi oportunistik pada pasien HIV, bagaimanapun, dan hal itu akan mendatangkan malapetaka di tempat-tempat seperti India dan negara-negara berkembang , di mana sanitasi dan akses perawatan kesehatan secara baik kebanyakan masih rendah.
Di banyak negara, biaya terapi obat AIDS saat ini masih mahal. Tiga-obat “koktail” yang merevolusi pengobatan AIDS di negara maju biayanya $ 10,000 per tahun di Amerika Serikat, kata Peterson. Di India, di mana formulasi obat generik obat tersedia, biayanya $ 180 per tahun, tetapi untuk sebuah negara yang pendapatan rata-rata adalah $ 400 per tahun, harga tersebut masih cukup mahal..
Di Universitas, berlomba-lomba untuk mendokumentasikan fungsi-fungsi anti-HIV yang sepsifik dari propolis, menentukan komponen-komponen mana saja yang aktif, dan menemukan wilayah geografis di mana propolis paling efektif dibuat, semua dengan harapan akan menemukan sebuah obat yang efektif tetapi murah .
Peterson dan rekan-rekannya telah meneliti kemampuan propolis untuk menghalang infeksi HIV. HIV merusak sistem kekebalan dengan cara menginfeksi sel darah putih yang disebut limfosit CD4, sel-sel yang secara normal seharusnya menghancurkan virus. HIV juga menyerang sel-sel otak yang disebut microglia, yang membantu melawan infeksi pada sistem saraf.
Para peneliti menumbuhkan sel-sel dalam kultur dengan jumlah propolis yang bervariasi dan menambahkan HIV. Mereka menemukan bahwa semakin banyak propolis, semakin kurang HIV tumbuh di dalam sel. Bukti tersebut menunjukkan bahwa propolis mencegah virus memasuki sel. Propolis juga sepertinya bekerja secara sinergis dengan obat AIDS AZT.
University’s Center for Drug Design – yang dipimpin oleh Robert Vince, pengembang utama obat AIDS ABC – juga terlibat dalam upaya tersebut. Sebagai contoh, senior associate director Ramaiah Muthyala telah menemukan bahwa propolis menghambat enzim yang membantu HIV mengeram dalam genom sel inang. Propolis juga menghambat enzim yang membantu virus bereplikasi. Pengujian dilakukan oleh Jay Brownell, yang mencatat bahwa propolis menghambat enzim ini jauh lebih baik daripada beberapa obat-obatan yang digunakan secara klinis, seperti amprenavir dan indinavir. Upaya utama Muthyala mengetengahkan pada identifikasi struktur kimia komponen aktif dalam propolis – sekali ini terisolasi – dan mengembangkan sarana mensintesis molekul aktif tersebut di laboratorium.
Hasil-hasil penelitian ini menggembirakan, tapi banyak yang masih harus dilakukan. Untuk mengenali keragaman pohon-pohon dan lebah, Lana Barkawi, yang bekerja pada Laboratorium entomologi Profesor Jerry Cohen, sedang melakukan pengujian propolis dari seluruh dunia. Dia telah menemukan beberapa aktivitas anti-HIV terkuat dalam propolis dari Minnesota tenggara dan utara dan dari Cina. Cohen dan Barkawi juga berusaha untuk mengidentifikasi substansi di dalam propolis yang bertanggung jawab atas sifat anti-HIV.
“Jika Anda ingin mendapatkan ini disetujui oleh FDA, Anda harus membakukannya (standarisasi)” kata Peterson. “Kami percaya itu sangat penting untuk menemukan bahan-bahan aktif dalam propolis.”
Proyek propolis tersebut adalah contoh dari penelitian interdisipliner Universitas yang didukung oleh Pusat Kesehatan Tumbuhan dan Manusia. Direktur Pusat Gary Gardner juga merupakan anggota aktif dari tim propolis ini. Pekerjaan ini didanai oleh bantuan dana hibah sebesar $ 32.000 dari Graduate School.
Thursday, June 19, 2014
Korban Laki-laki, Ibu Rumah Tangga Pengidap HIV Terbesar
Penularan HIV/AIDS
di Indonesia akhir-akhir ini mulai bergeser dari kelompok rentan ke
kelompok risiko rendah, seperti ibu rumah tangga dan bayi. Pengidap penyakit HIV/AIDS
di Kabupaten Jayapura, Papua, pada 2010 didominasi ibu rumah tangga
(IRT) yang mencapai 164 orang. Penyakit berbahaya ini lebih banyak
ditularkan oleh pasangan atau suami terhadap istri. Pada 2010 jumlah
pengidap HIV/Aids di Kabupaten Jayapura yang mencapai 609 orang, yang
terdiri dari laki-laki 242 orang, perempuan 367 orang, didominasi IRT
164 kasus, disusul lain-lain 124 kasus, PSK 102 kasus, buruh/petani 61
kasus, PNS 37 kasus, pelajar/mahasiswa 41 kasusu, swasta 57 kasus. Ini
berbeda dengan daerah lain, dimana kelompok yang berisiko tinggi terkena
HIV/AIDS adalah pekerja seks,
wanita pria (waria), pengguna narkotika dengan jarum suntik
bersama-sama. Perempuan di Papua masih dianggap kelas dua, sehingga
mereka tidak berdaya menolak atau memilih.
Kasus-kasus baru HIV/AIDS ini bermunculan di sejumlah daerah di Indonesia,
seperti di Bandar Lampung dari total 198 kasus baru HIV/AIDS, 40 persen
atau 84 kasus berasal dari kelompok ibu rumah tangga. Temuan serupa
juga terjadi di Madiun, Jawa Timur dan Cirebon, Jawa Barat.
Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan bagi kaum ibu di Indonesia.
Karena ibu yang terjangkit HIV/AIDS berisiko menularkan penyakit yang
menyerang sistem kekebalan tubuh itu ke bayinya, di Cirebon sejak tahun
2004 dijumpai 14 kasus penularan HIV/AIDS dari ibu kepada anaknya.
Kebanyakkan ibu yang mengandung itu tidak menyadari bahwa dirinya
terinfeksi virus HIV/AIDS,
maka mereka khususnya yang hamil yang memiliki riwayat berisiko tinggi
terkena HIV/ AIDS, disarankan mengikuti tes di masa kehamilan. Jika
diidentifikasi sejak dini dilakukan maka ibu dan bayinya akan bisa
ditangani.
Angka kjaian HIV AIDS
di Papua dengan rincian usia 20-29 sebanyak 285 orang, usia 30-39
sebanyak 198 orang, usia 40-49 sebanyak 55 orang, usia 15-19 sebanyak 44
orang, dan usia 1-4 tahun 12 orang. Sementara jumlah yang terbanyak
dari Distrik Sentani 320 kasus, Sentani Timur 126 kasus, Kaureh 26
kasus, Nimboran 20 kasus, Distrik Sentani Barat 25 kasus. Sebagian besar
pengidap HIV/AIDS di bumi Kenambay Umbay ini tertular melalui hubungan
heteroseksual sebanyak 592 orang, ibu ke anak sebanyak 4 orang,
transfusi darah sebanyak 7 orang.
Kasus HIV/AIDS Kabupaten Jaya Wijaya,
per-31 Juli 2010 berjumlah 905 (Laki-laki : 540 jiwa, Perempuan : 346
jiwa dan anak-anak < dari 14 tahun : 19 jiwa). Dalam perhitungan
kasus HIV/AIDS jumlah ini lazimnya dikalikan dengan angka 5. Apa
artinya? Setiap 1 kasus yang ditemukan, terdapat 5 kasus lain yang belum
terungkap. Dengan proyeksi demikian maka secara nyata jumlah kasus
HIV/AIDS di Jayawijaya per 31 Juli 2010 mencapai 4.525 kasus dengan
perincian : Laki-laki : 5 x 540 = 2.700 jiwa, Perempuan : 5 x 346 =
1.730 jiwa dan anak – anak < dari 14 tahun : 5 x 19 = 95 jiwa. Jika
ditelusuri lebih lanjut, maka dengan mereferensi pada jumlah penduduk
kabupaten Jayawijaya saat ini (212.363 jiwa, laki-laki 114.593 jiwa,
perempuan 97,769 jiwa—sumber BPS Kbp. Jaya wijaya per Juli 2010),
maka dapat dianalisis sebagai berikut : Laki-laki : 2.700 dibagi
dengan 114.593 = 0,24 jiwa atau 24% terinfeksi HIV /AIDS. Perempuan :
97.769 jiwa = 0,46 jiwa atau 46% terkena HIV /AIDS.
Dari data ini dapat disimpulkan, bahwa
setiap 100 orang laki-laki penduduk Jayawijaya terdapat 24 di antaranya
terinfeksi HIV/AIDS, atau setiap 10 penduduk laki-laki terdapat 2 di
antaranya terindikasi mengidap HIV/AIDS atau dapat dikatakan, setiap 5
orang penduduk laki-laki terdapat 1 di antaranya terindikasi mengidap
penyakit HIV/AIDS. Demikian juga setiap 100 penduduk perempuan
Jayawijaya terdapat 46 di antaranya mengidap HIV/AIDS atau setiap 10
penduduk perempuan terdapat 4,6 di antaranya terinfeksi HIV/AIDS atau
dapat juga dikatakan setiap 5 penduduk perempuan Jayawijaya terdapat 2
atau 3 orang di antaranya terindikasi mengidap HIV/AIDS. Dari data jelas
terindikasi bahwa kelompok yang sangat rentan adalah perempuan.
Bayangkan saja dari rata-rata 5 penduduk perempuan Jayawijaya 2 atau 3
di antaranya terindikasi mengidap penyakit HIV/AIDS (baik yang sudah
kelihatan maupun berpotensi mengidap HIV/AIDS).
Demikian juga di Maluku, ibu rumah tangga
di daerah ini tertular virus HIV/AIDS yang saat ini menempati peringkat
kedua setelah kelompok wiraswasta. Jumlah ibu rumah tangga yang
terinfeksi HIV/Aids di Maluku pada 2013, lebih banyak dibandingkan
wanita pekerja seks komersil (PSK). “Tahun lalu ada 56 orang ibu rumah
tangga yang tergolong “ODHA” (orang yang telah mengidap HIV/Aids),
mereka terinfeksi dari suaminya, sedangkan PSK hanya 22 orang, Di Maluku
hingga akhir 2013 terdapat 2.364 kasus HIV/AIDS, menyusul penemuan
pertamanya di Kota Tual pada 2004. Rinciannya tertular HIV sebanyak
1.139 kasus, sedangkan 1.225 kasus lainnya adalah AIDS. Golongan umur
penularan adalah 15 – 39 tahun yakni sekitar 86 persen. Sedangkan, Kota
Ambon tercatat memiliki kasus terbanyak, selanjutnya Kabupaten Maluku
Tenggara, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Maluku Tenggara. Kota
Ambon pada 2013 tercatat juga terbanyak memiliki kasus yakni 150 dari
251 kasus se- Maluku. dari 257 kasus HIV/Aids di Maluku pada 2013, 58
persen ODHA adalah laki-laki, sedangkan 42 persen perempuan dan ibu
rumah tangga yang paling banyak terinfeksi dibandingkan perempuan ODHA
lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun selama tiga tahun terakhir,
sedikitnya ada 102 orang ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV/Aids pada
2011, jumlah itu turun menjadi 83 orang pada 2012, dan 56 orang pada
2013. Sedangkan PSK hanya 93 orang yang menjadi ODHA pada 2011, turun
menjadi 64 orang pada tahun berikutnya, dan 22 orang pada 2013.
Ibu Rumah Tangga Rentan HIV/AIDS
Dalam kasus ini, dibandingkan laki-laki
maka perempuan menjadi ”makanan empuk” terjangkit infeksi ini.
Bayangkan saja, dari 5 perempuan Jayawijaya seperti yang telah disebut
pada data di atas, maka 2 atau 3 perempuan sudah terinfeksi penyakit
HIV/AIDS. Ironisnya, penderita perempuan yang paling banyak terinfeksi
HIV/AIDS adalah ibu rumah tangga. Mereka tertular dari suaminya yang
ternyata terbiasa melakukan hubungan seks berisiko selain dengan
pasangannya sendiri (istri). Parahnya lagi, laki-laki yang terinfeksi
ini tidak mau membuka diri kepada keluarganya apalagi memeriksakan
dirinya. Karena kalau berterus terang mereka takut akan ditinggalkan
istrinya.
Penyebab terbesar penularan HIV/AIDS
adalah melalui hubungan seks yang tidak aman. Salah satunya adalah
akibat banyaknya hubungan seks berganti-ganti pasangan, yang dilakukan
setelah pesta adat, atau satu orang melayani beberapa orang, atau
berhubungan seks di usia muda, serta rendahnya pemakain kondom. Risiko
ini semakin tinggi
bagi perempuan di Jaya Wijaya dan Papua pada umumnya, ketika budaya
patriakal di pedalaman tanah Papua masih terjadi, sehingga menempatkan
perempuan pada posisi paling rentan untuk sisi manapun. Di beberapa
suku, perempuan yang telah ”dibeli” dengan 20 wam (babi)
misalnya, sudah menjadi milik laki-laki. Oleh karena sudah ”dibeli”
dengan harga demikian maka laki-laki di pedalaman Papua khususnya dan
mungkin juga di tempat lainnya akan selalu menempatkan perempuan sebagai
warga masyarakat kelas dua, dan harus rela diperlakukan apa pun oleh
laki-laki.
Ketika para mama (perempuan dewasa)
teridap dan menjadi penderita HIV/AIDS, dan mengalami kehamilan atau
tengah masa menyusui, maka kemungkinan besar anak-anaknya pun akan
terinfeksi. Jadi, kini penyakit ini tidak hanya menyerang kelompok
rentan para mama Papua, tetapi juga kelompok anak-anak. Generasi yang
akan hilang kini membayangi Papua jika tidak ada upaya pencegahan
terhadap masalah yang sangat serius ini secara signifikan.
HIV AIDS, Dampak Terhadap Penyakit Syaraf dan Kejiwaan
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae),
yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah
menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu,
yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi
otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun
ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan
paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans.
Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah.
Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak
ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
HIV/AIDS : Dulu, Sekarang, dan Masa Datang
Sekira 20 tahun lalu, ketika berita human immunodeficiency virus/acquired
immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) merebak di luar negeri, hanya
mendengar ceritanya saja masyarakat Indonesia sudah panik. Sekarang
sudah mulai banyak penderita hidup di sekitar kita, masyarakat seakan
sudah tidak peduli. Bila tidak ditangani dengan baik, tidak mustahil 10
tahun mendatang masyarakat akan terbiasa hidup dengan penderita AIDS di
lingkungannya bahkan di dalam rumahnya.
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS. AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut dari infeksi HIV. Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, yang menyebabkan infeksi oportunistis di berbagai bagian tubuh tertentu. Gejala umum yang sering terjadi pada anak adalah diare berkepanjangan, sering infeksi atau demam lama, tumbuh jamur di mulut, badan semakin kurus dan berat badan terus turun, serta gangguan sistem dan fungsi organ tubuh lainnya yang berlangsung kronis atau lama.
Secara primer, HIV dan AIDS terjadi pada dewasa muda, tapi jumlah anak-anak dan remaja yang terkena semakin bertambah jumlahnya. AIDS/HIV Dahulu Kali pertama infeksi HIV/AIDS dilaporkan di Amerika Serikat (AS), 1981, pada orang dewasa homoseksual, sedangkan untuk anak-anak pada 1983. Sejak itu, laporan jumlah AIDS di AS semakin lama semakin meningkat. Berita tersebut, ternyata sudah santer diberitakan di Indonesia. Mendengar berita penyakit yang menghebohkan dan sangat berbahaya ini, masyarakat sudah sangat cemas. Saking fobianya, penulis pernah mengalami kejadian sekira 1985 ketika ada turis (bule) lewat di lingkungan padat di daerah kota Surabaya, terdengar teriakan sebagian penduduk meneriakkan ”awas AIDS… AIDS!” Mungkin, si bule hanya bisa mengelus dada, memaklumi bahwa saat itu masyarakat Indonesia memang sangat takut akan penyakit itu.
Bahkan, sebagian masyarakat saat itu yakin bahwa AIDS tidak akan masuk di Indonesia karena budaya orang Indonesia berbeda dengan orang Barat. Di Indonesia, menurut data Departemen Kesehatan (Depkes), kasus HIV/AIDS pertama kali dilaporkan pada 1987,sebanyak sembilan orang. Enam tahun berselang, setelah pertama kali dilaporkan di AS. Ternyata, akhirnya penyakit AIDS masuk juga ke Indonesia. Padahal, sebelumnya ada yang menganggap AIDS tidak bisa masuk ke Indonesia.
Saat sekarang sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya akibat AIDS. Setiap tahun diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS; 500.000 di antaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang, terutama di negara terbelakang dan berkembang. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8.000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu, infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun anak-anak tertinggi di dunia adalah di Afrika, terutama negara-negara Afrika Sub-Sahara. Meskipun saat ini tingkat prevalensi HIV masih tergolong rendah di Asia Tenggara, tetapi pertumbuhan prevalensinya saat ini paling tinggi sedunia. Penyebabnya adalah jumlah populasi yang besar, kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan stigmatisasi sosial.
Menurut sumber Direktorat Jenderal PPM & PL Departemen Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS di Indonesia terus menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahun. Sejak 1996 dilaporkan sebanyak 105 orang per tahun sehingga sampai puncaknya pada 2006 sebanyak 1.517 orang per tahun. Meskipun 2007 tampak sedikit kecenderungan berkurang, hingga akhir September dilaporkan 1.020 orang. Jumlah kumulatif sejak 1987 hingga September 2007 terdapat 10.384 penderita AIDS dan 5.904 orang penderita HIV.
HIV/AIDS penyakit masa datang meskipun perkembangan teknologi dan pengetahuan kedokteran telah berkembang sangat pesat, hingga saat ini masih belum ditemukan vaksin atau obat yang menyembuhkan AIDS. Hal itulah yang membuat para ahli masih belum dapat memprediksi secara tepat bagaimana gambaran perkembangan kasus HIV/AIDS pada masa mendatang. Saat ini hanya sebagian kecil rumah sakit yang dijadikan pusat rujukan penderita.
Tenaga dokter dan paramedis yang punya keahlian dan pengalaman tentang penyakit ini tidak banyak. Mungkin karena jumlah penderita belum banyak. Di daerah yang paling tinggi kasusnya seperti di Papua didapatkan enam penderita per 10.000 penduduk, sedangkan yang paling sedikit adalah di Kalimantan Tengah hanya tiga penderita per 1.000.000 penduduk. Sementara itu, di Sulawesi Barat hingga saat ini belum ditemukan kasus penderita. Namun, gambaran itu bisa jadi berubah drastis bila manusia tidak melakukan tindakan nyata dalam pencegahan AIDS.
Infeksi HIV/AIDS yang sangat cepat penularannya tersebut bila tidak ditangani dengan baik tidak mustahil pada masa datang akan menjadi malapetaka di Indonesia. Bila hal itu terjadi, tidak mustahil semua rumah sakit di Indonesia diharuskan merawat penderita HV/AIDS karena banyak kasus hingga rumah sakit rujukan tidak bisa menampung pasien. Bukannya tidak mungkin nanti Depkes akan kehabisan dana hanya untuk mengurus penderita AIDS. Pada masa mendatang bukannya tidak mungkin penderita AIDS ada berada di lingkungan kerja kita, bahkan lingkungan di dalam rumah atau anggota keluarga. Juga bukan sesuatu yang mustahil, pada masa mendatang setiap sekolah bahkan setiap kelas ada satu atau dua penderita HIV/AIDS usia anak.
Hal itu bisa terjadi apabila pencegahan vertikal dari ibu hamil kepada anak tidak dapat dikendalikan lagi. Tidak bisa dibayangkan bahwa nanti kita tidak tahu bahwa anak kita ternyata berteman akrab dengan penderita AIDS. Meskipun penderita AIDS sebenarnya tidak perlu dikucilkan, saat ini HIV/AIDS masih menjadi penyakit menular yang paling utama di dunia.
Mungkin saja pada masa mendatang bukan hanya di antara penyakit menular, tetapi penyakit nomor wahid di antara semua penyakit. Fenomena tersebut bukanlah sesuatu yang tak mungkin terjadi bila mulai saat ini manusia tidak melakukan tindakan pencegahan HIV/AIDS dengan baik. Kapan tindakan itu harus dilakukan, waktunya adalah sekarang. Siapa yang harus melakukan, yang bertanggung jawab adalah semua lapisan masyarakat tidak terkecuali.
Pencegahan terbaik adalah hentikan segera kehidupan sex bebas/menyimpang, stop narkoba, dan periksa secara rutin bila termasuk dalam faktor risiko. Jangan sampai manusia mewariskan bencana paling dahsyat di muka bumi ini kepada anak cucunya hanya karena penyakit HIV/AIDS.
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS. AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut dari infeksi HIV. Infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, yang menyebabkan infeksi oportunistis di berbagai bagian tubuh tertentu. Gejala umum yang sering terjadi pada anak adalah diare berkepanjangan, sering infeksi atau demam lama, tumbuh jamur di mulut, badan semakin kurus dan berat badan terus turun, serta gangguan sistem dan fungsi organ tubuh lainnya yang berlangsung kronis atau lama.
Secara primer, HIV dan AIDS terjadi pada dewasa muda, tapi jumlah anak-anak dan remaja yang terkena semakin bertambah jumlahnya. AIDS/HIV Dahulu Kali pertama infeksi HIV/AIDS dilaporkan di Amerika Serikat (AS), 1981, pada orang dewasa homoseksual, sedangkan untuk anak-anak pada 1983. Sejak itu, laporan jumlah AIDS di AS semakin lama semakin meningkat. Berita tersebut, ternyata sudah santer diberitakan di Indonesia. Mendengar berita penyakit yang menghebohkan dan sangat berbahaya ini, masyarakat sudah sangat cemas. Saking fobianya, penulis pernah mengalami kejadian sekira 1985 ketika ada turis (bule) lewat di lingkungan padat di daerah kota Surabaya, terdengar teriakan sebagian penduduk meneriakkan ”awas AIDS… AIDS!” Mungkin, si bule hanya bisa mengelus dada, memaklumi bahwa saat itu masyarakat Indonesia memang sangat takut akan penyakit itu.
Bahkan, sebagian masyarakat saat itu yakin bahwa AIDS tidak akan masuk di Indonesia karena budaya orang Indonesia berbeda dengan orang Barat. Di Indonesia, menurut data Departemen Kesehatan (Depkes), kasus HIV/AIDS pertama kali dilaporkan pada 1987,sebanyak sembilan orang. Enam tahun berselang, setelah pertama kali dilaporkan di AS. Ternyata, akhirnya penyakit AIDS masuk juga ke Indonesia. Padahal, sebelumnya ada yang menganggap AIDS tidak bisa masuk ke Indonesia.
Saat sekarang sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan lebih dari 25 juta orang; lebih dari 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya akibat AIDS. Setiap tahun diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS; 500.000 di antaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang, terutama di negara terbelakang dan berkembang. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan kematian pada lebih dari 8.000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik. Karena itu, infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun anak-anak tertinggi di dunia adalah di Afrika, terutama negara-negara Afrika Sub-Sahara. Meskipun saat ini tingkat prevalensi HIV masih tergolong rendah di Asia Tenggara, tetapi pertumbuhan prevalensinya saat ini paling tinggi sedunia. Penyebabnya adalah jumlah populasi yang besar, kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan stigmatisasi sosial.
Menurut sumber Direktorat Jenderal PPM & PL Departemen Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS di Indonesia terus menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahun. Sejak 1996 dilaporkan sebanyak 105 orang per tahun sehingga sampai puncaknya pada 2006 sebanyak 1.517 orang per tahun. Meskipun 2007 tampak sedikit kecenderungan berkurang, hingga akhir September dilaporkan 1.020 orang. Jumlah kumulatif sejak 1987 hingga September 2007 terdapat 10.384 penderita AIDS dan 5.904 orang penderita HIV.
HIV/AIDS penyakit masa datang meskipun perkembangan teknologi dan pengetahuan kedokteran telah berkembang sangat pesat, hingga saat ini masih belum ditemukan vaksin atau obat yang menyembuhkan AIDS. Hal itulah yang membuat para ahli masih belum dapat memprediksi secara tepat bagaimana gambaran perkembangan kasus HIV/AIDS pada masa mendatang. Saat ini hanya sebagian kecil rumah sakit yang dijadikan pusat rujukan penderita.
Tenaga dokter dan paramedis yang punya keahlian dan pengalaman tentang penyakit ini tidak banyak. Mungkin karena jumlah penderita belum banyak. Di daerah yang paling tinggi kasusnya seperti di Papua didapatkan enam penderita per 10.000 penduduk, sedangkan yang paling sedikit adalah di Kalimantan Tengah hanya tiga penderita per 1.000.000 penduduk. Sementara itu, di Sulawesi Barat hingga saat ini belum ditemukan kasus penderita. Namun, gambaran itu bisa jadi berubah drastis bila manusia tidak melakukan tindakan nyata dalam pencegahan AIDS.
Infeksi HIV/AIDS yang sangat cepat penularannya tersebut bila tidak ditangani dengan baik tidak mustahil pada masa datang akan menjadi malapetaka di Indonesia. Bila hal itu terjadi, tidak mustahil semua rumah sakit di Indonesia diharuskan merawat penderita HV/AIDS karena banyak kasus hingga rumah sakit rujukan tidak bisa menampung pasien. Bukannya tidak mungkin nanti Depkes akan kehabisan dana hanya untuk mengurus penderita AIDS. Pada masa mendatang bukannya tidak mungkin penderita AIDS ada berada di lingkungan kerja kita, bahkan lingkungan di dalam rumah atau anggota keluarga. Juga bukan sesuatu yang mustahil, pada masa mendatang setiap sekolah bahkan setiap kelas ada satu atau dua penderita HIV/AIDS usia anak.
Hal itu bisa terjadi apabila pencegahan vertikal dari ibu hamil kepada anak tidak dapat dikendalikan lagi. Tidak bisa dibayangkan bahwa nanti kita tidak tahu bahwa anak kita ternyata berteman akrab dengan penderita AIDS. Meskipun penderita AIDS sebenarnya tidak perlu dikucilkan, saat ini HIV/AIDS masih menjadi penyakit menular yang paling utama di dunia.
Mungkin saja pada masa mendatang bukan hanya di antara penyakit menular, tetapi penyakit nomor wahid di antara semua penyakit. Fenomena tersebut bukanlah sesuatu yang tak mungkin terjadi bila mulai saat ini manusia tidak melakukan tindakan pencegahan HIV/AIDS dengan baik. Kapan tindakan itu harus dilakukan, waktunya adalah sekarang. Siapa yang harus melakukan, yang bertanggung jawab adalah semua lapisan masyarakat tidak terkecuali.
Pencegahan terbaik adalah hentikan segera kehidupan sex bebas/menyimpang, stop narkoba, dan periksa secara rutin bila termasuk dalam faktor risiko. Jangan sampai manusia mewariskan bencana paling dahsyat di muka bumi ini kepada anak cucunya hanya karena penyakit HIV/AIDS.
Keajaiban Medis Balita 'Sembuh' dari HIV
Bocah
asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari
virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang
secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan,
Minggu 3 Maret 2012.
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Sesampainya di sana, spesialis pediatrik HIV, Dr Hannah Gay memberikan bayi yang masih merah tersebut tiga obat standar untuk memerangi HIV, usianya saat itu baru 30 jam, bahkan sebelum tes laboratorium kembali mengkonfirmasi adanya infeksi. "Saat itu bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari normal, dan kami pikir ia berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." (Ein) (Ein) - See more at: http://news.liputan6.com/read/526473/keajaiban-medis-ilmuwan-balita-ini-sembuh-dari-hiv#sthash.d7sRR3TS.dpuf
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Bocah asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Sesampainya di sana, spesialis pediatrik HIV, Dr Hannah Gay memberikan bayi yang masih merah tersebut tiga obat standar untuk memerangi HIV, usianya saat itu baru 30 jam, bahkan sebelum tes laboratorium kembali mengkonfirmasi adanya infeksi. "Saat itu bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari normal, dan kami pikir ia berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." (Ein) (Ein) - See more at: http://news.liputan6.com/read/526473/keajaiban-medis-ilmuwan-balita-ini-sembuh-dari-hiv#sthash.d7sRR3TS.dpuf
Bocah
asal Mississippi, Amerika Serikat yang lahir dengan HIV, dinyatakan
bebas dari virus mematikan itu pada usia 2,5 tahun. Ia menjadi anak
pertama "yang secara fungsional disembuhkan dari HIV". Demikian
diumumkan para ilmuwan, Minggu 3 Maret 2012.
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Sesampainya di sana, spesialis pediatrik HIV, Dr Hannah Gay memberikan bayi yang masih merah tersebut tiga obat standar untuk memerangi HIV, usianya saat itu baru 30 jam, bahkan sebelum tes laboratorium kembali mengkonfirmasi adanya infeksi. "Saat itu bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari normal, dan kami pikir ia berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." (Ein) (Ein) - See more at: http://news.liputan6.com/read/526473/keajaiban-medis-ilmuwan-balita-ini-sembuh-dari-hiv#sthash.d7sRR3TS.dpuf
Para ilmuwan yakin, intervensi dini -- dalam kasus ini dilakukan 30 jam setelah kelahiran bocah itu-- dengan tiga obat antivirus adalah kunci keberhasilan. Setelah mendapat perawatan, anak tersebut tak mengonsumsi obat selama setahun, dan tak ada tanda-tanda infeksi.
Tes lebih lanjut diperlukan untuk memastikan perawatan tersebut memiliki efek yang sama untuk anak dengan HIV yang lain. Namun, hasil tes tersebut mungkin bisa mengarah pada temuan obat bagi mereka.
Dr Deborah Persaud, ahli virus dari Johns Hopkins University, Baltimore mempresentasikan temuan tersebut dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections di Atlanta.
"Ini adalah bukti dari konsep bahwa HIV pada bayi bisa disembuhkan," kata dia, seperti dimuat BBC (3/3/2013).
Campuran Obat
Jika gadis kecil tersebut tetap sehat, ia akan menjadi manusia kedua di dunia yang dilaporkan sembuh dari HIV. Yang pertama adalah Timothy Ray Brown, pada tahun 2007.
Infeksi Timothy diberantas melalui pengobatan yang rumit untuk leukemia, yang prosesnya mencakup penghancuran sistem kekebalan tubuhnya dan transplantasi sel induk dari donor dengan mutasi genetik langka yang kebal infeksi HIV.
Sementara dalam perawatan bocah di Mississippi menggunakan campuran banyak obat yang sudah digunakan untuk mengobati infeksi HIV pada bayi.
Pengobatan tersebut mengusir HIV sebelum virus mematikan itu bisa membentuk tempat persembunyian di dalam tubuh -- atau yang disebut sebagai waduk sel laten yang terinfeksi HIV (reservoirs of dormant cells), yang bisa menginfeksi siapapun yang menghentikan pengobatan.
Bayi yang tak disebutkan namanya itu lahir di sebuah rumah sakit di daerah pedesaan -- di mana ibunya baru saja dinyatakan positif terinfeksi HIV.
Karena ibu belum diberi pengobatan HIV prenatal, dokter tahu bayi itu berisiko tinggi terinfeksi. Bayi itu lantas dipindahkan ke pusat kesehatan University of Mississippi di Jackson.
Sesampainya di sana, spesialis pediatrik HIV, Dr Hannah Gay memberikan bayi yang masih merah tersebut tiga obat standar untuk memerangi HIV, usianya saat itu baru 30 jam, bahkan sebelum tes laboratorium kembali mengkonfirmasi adanya infeksi. "Saat itu bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi dari normal, dan kami pikir ia berhak mendapatkan perawatan yang terbaik." (Ein) (Ein) - See more at: http://news.liputan6.com/read/526473/keajaiban-medis-ilmuwan-balita-ini-sembuh-dari-hiv#sthash.d7sRR3TS.dpuf
Manggis sebagai obat hiv aids, kanker, jantung, stroke dll
Kesehatan
adalah nomor satu, ketika masih muda sibuk bekerja mengumpulkan harta
ketika sudah tua malah sakit dan harta habis buat biaya berobat, oleh
karena itu mulai dari sekarang investasikanlah sedikit harta kita untuk
menjaga kesehatan dengan rutin minum jus manggis xamthone plus karena
selain rasanya yang enak tapi di balik itu semua tersimpan khasiat yang
sangat luar biasa.
Inflamasi adalah adanya peradangan di tubuh bukan akibat mikroorganisme
atau non-infeksi. Gejala yang mudah terlihat akibat peradangan adalah
gejala panas, kemerahan, bengkak yang diserti nyeri. Beberapa studi
memperlihatan peran xanthone sebagai antiinflamasi, yaitu salah satunya riset yang dilakukan di Universitas Tohoku yang menyimpulkan bahwa alpha mangostin dapat menghalangi pembentukan histamin,
yaitu sejenis protein yang terlibat dalam berbagai reaksi alergi di
tubuh dan menyebabkan peradangan sehingga secara langsung dapat
meningkatkan tekanan darah yang memicu hipertensi/tekanan darah tinggi.
2. Antikanker
Di tahun 2002, seorang peneliti dari Department of Microbiology,
Faculty of Pharmacy, Mahidol University di Thailand telah meriset 8
jenis tanaman herbal yang memiliki sifat antikanker terhadap aktivitas
kanker payudara dengan menggunakan MTT assay. Riset tersebut
menyimpulkan bahwa kandungan alpha mangostin pada manggis memiliki efek terkuat dalam menimbulkan efek apoptosis atau kematian sel-sel kanker.
Riset selanjutnya datang dari tim Division of Medical Chemistry and Pharmacognosy, Ohio State University, Amerika Serikat, mempertegas bahwa sifat antioksidan pada alpha mangostin berperan penting menghambat pertumbuhan sel kanker. Senyawa garcinone E yang juga merupakan bagian dari xanthone tidak kalah hebatnya melawan kanker berdasarkan penelitian Medial Research and Education
Department of the Veterans General Hospital di Taipei, Taiwan, maupun
tim dari Depatment of Chemistry, Faculty of Science, Srinakharinwirot
University, Thailand.
3. Anti Penyakit Lainnya
a). Diabetes
Diabetes adalah suatu kondisi dimana pankreas tidak mampu membentuk cukup insulin
(hormon yang mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak tubuh) untuk
tubuh, diabetes ini dikenal dengan diabetes tipe 1. Sedangkan diabetes
tipe 2 adalah kondisi dimana tubuh tidak mendapat cukup asupan buah dan
sayur, mengonsumsi kalori dan lemak yang berlebih, serta kurangnya
melakukan aktivitas fisik.
Kini, jus manggis
menjadi jawaban bagi masalah diabetes. Uji klinis yang dilakukan oleh
para peneliti dari University of California, Los Angeles (UCLA) School
of Medicine membuktikan bahwa jus manggis berpotensi mencegah diabetes
dan penyakit kardiovaskular pada penderita obesitas. Hasil penelitian
ini didapatkan dari 40 orang penderita obesitas di usia 30-75 tahun yang
diminta mengonsumsi 250 g jus manggis sebanyak 2 kali dalam sehari
mampu mengurangi inflamasi atau peradangan yang diakibatkan kelainan
metabolisme.
b). Kolesterol dan Penyakit Jantung
Seseorang
yang memiliki kadar kolesterol tinggi memiliki risiko terkena serangan
jantung dua kali lebih besar dibandingkan yang berkadar kolesterol
normal. Namun beberapa peneliti membuktikan bahwa senyawa antioksidan
dapat menghambat oksidasi LDL (kolesterol jahat) dan pembentukan plak
pada dinding arteri, dan senyawa antioksidan tersebut dapat diperoleh
darixanthone dari kulit buah manggis.
Peta Williams dan para peneliti dari University of Western
Australia mengekstrak kulit manggis kering melalui proses
rekristalisasi dapat menghambat oksidasi LDL. Khasiat kulit dan buah
manggis juga telah dibuktikan beberapa pasien hiperkolesterolemia yang
mengonsumsi jus manggis utuh (kulit, daging buah dan biji). Konsumsi jus
manggis sebanyak 56 g dengan frekuensi tiga kali sehari secara rutin
dapat menurunkan kadar kolesterol total dari 217 mg/dl menjadi 191
mg/dl. Dan pasien lain yang mengonsumsi jus manggis dengan frekuensi dua
kali sehari sebanyak 112 g selama beberapa bulan, kadar kolesterolnya
turun dari 244 mg/dl menjadi 194 mg/dl.
c). Pengencer Darah
Buah manggis yang dikenal sebagai ratu buah, yang terkenal kaya
akan antioksidan yaitu molekul yang dapat mengikat radikal bebas dengan
aman sehingga dapat mencegah kerusakan sel di dalam tubuh. Salah satu
peran antioksidan yaitu sebagai agen antiinflamasi yang dapat
mengencerkan pembekuan darah.
Dalam beberapa penelitian, manggis mempunyai potensi meningkatkan risiko pendarahan. Di dalam darah terdapat platelet (elemen tak beraturan yang membantu proses pembekuan darah), dan manggis dapat mencegah platelet saling menempel. Mengonsumsi jus
manggis/kulit manggis tidak dianjurkan bersamaan dengan obat pengencer
darah karena dapat memperbesar risiko pendarahan terutama ketika dalam
proses operasi atau kondisi pendarahan.
d). Tumor dan Kanker
Beberapa
penelitian mngungkapkan bahwa manggis berperan besar melawan tumor dan
kanker secara signifikan. Penelitian di Departemen Farmakologi dan
Farmasi klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
memperlihatkan puluhan senyawa yang termasuk kedalam golongan xanthone, diantaranya alpha mangostin, gamma mangostin, dan garcinone E dapat menghambat proliferasi sel kanker dengan cara mengaktivasi enzim kaspase 3 dan 9 yang memicu apoptosis.
Penelitian
kedua dari seorang peneliti bernama P.Moongkarndi dari Faculty of
Pharmacy, Mahidol University, Thailand mengungkapkan bahwa ekstrak
metanol kulit manggis terbukti memiliki efek antiploliferasi,
antioksidan, dan memicu apoptosis. Moongkarndi mengujikan beragam
konsentrasi ekstrak metanol kulit manggis pada sel kanker payudara
SKBR3, dan terbukti bahwa ekstrak metanol kulit manggis dapat membunuh
separuh sel kanker dengan penggunaan dosis 9,25+0,64 μg/ml.
Demikian pula hasil penelitian yang hampir serupa, dilakukan para peneliti dari Faculty of Medicine, Srinakharinwirot University, Thailand. Hasil penelitian membuktikan kandunganxanthone dalam kulit manggis dapat memperkecil ukuran sel kanker usus besar COLO 205.Xanthone dalam
kulit manggis tak hanya menghambat perkembangan sel kanker tersebut,
juga dapat memicu kematiannya melalui mekanisme apoptosis atau program
bunuh diri sel.
e). Stroke
Kelebihan
lain yang tidak kalah dari sebagai antioksidan adalah kulit manggis
memiliki sifat antihiperkolesterolemia yang didapatkan dari senyawa
mangostin. Senyawa itu berperan menghalangi pelepasan hormon
prostaglandin E, yaitu hormon yang menghambat sintesin cAMP
sehingga proses liposis atau pemecahan lemak akan berkurang.
Pengurangan inilah yang membuat kolesterol jahat (LDL) akan berkurang
secara otomatis, sehingga risiko stroke ringan dan lanjutanpun
berkurang.
f). HIV/AIDS
Penelitian SX.Chen, M.Wan dan BN.Loh yang dimuat dalam jurnal Planta Medica menyebutkan bahwa alpha mangostin dan gamma mangostin dapat menghambat HIV-1 protease, yaitu enzim yang berperan dalam replikasi HIV, artinya virus tak dapat menginfeksi sel. Pada penelitian tersebut, mangostin pada konsentrasi 5,12+0,14 μM dan γ-mangostin dengan konsentrasi 4,81+0,32
μM dapat menghambat 50% aktivitas HIV-1 protease. Beberapa dokter dan
terapis telah memanfaatkan kulit manggis untuk terapi pasien pengidap AIDS.
Subscribe to:
Posts (Atom)